1. Jemaah dari Pakistan ini agak lucu. Bikin gerigitan pun ada juga. Nota glosari: 'gerigitan' itu bermaksud 'geram' dalam slanga Sabah, dipinjam dari kosakata etnik Dusun.
He stopped me in the middle of my last lap, while performing the saie. Kemudian dengan penuh ramah tamah menegur: "Hello, I am Mr. ____ from Pakistan. How are you, and where you from?"
"Fine, thank you. I am Rem, from Malaysia." Balas saya separuh hati. Sebab meditasi jiwa saya sedikit terganggu.
"I work as a lawyer, professionally. How about you?" Tanya dia lagi (yes, those are his EXACT words and sound very telling). Dalam hatiku berteriak: OMG. What de fark of question is that? Why would anyone so eager to know the detailed life of a stranger, they just met barely 10 seconds ago? Apa relevan, apa motif?
Tapi sebab ini tempat suci, saya pun layan sajalah. I reluctantly introduced myself and what I do for living.
2. "Thank you. May Allah bless you." Kata dia tersenyum lebar. Kemudian dia meneruskan larian saie, dengan terkedek-kedek girang. Macam ayam uzur yang baru dapat tenaga baru.
Sedetik dalam hatiku terfikir: kenapa saya begitu berprasangka pada niat dia? Kenapa saya perlu rasa jengkel tak tentu pasal? Dari cerapan saya, dia mungkin berumur sekitar 60 tahun. Memang agak tua. He was probably exhausted - and he really had to stop for a minute, and desperately needed to engage in a conversation that would make him pumped-up a bit and be motivated again.
And from the thousands jemaah there, I happened to be the reason for it. Simply put it, 'the chosen one'. Instead of being annoyed, I should have taken it as an honour. Dapat doa percuma pula; and perhaps his prayer is more mustajab than my own. Yang amin-nya dapat terus tembus aras Ilahi. Who knows?
Refleksi untuk diri. Mendekati Tuhan bisa saja dilakukan di mana-mana. Bahkan kita boleh jalinkan hubungan spiritual dengan-Nya di atas katil, dalam kamar tidur sendiri di rumah. Yang penting, hati kita jernih dan terfokus ke arah itu.
3. Tapi tentu ada sebab lain kenapa Tuhan mewahyukan galakan untuk datang sejauh ke bumi Anbia, bagi kita melaksanakan ibadah khusus ini dan merangkai ikatan spiritual dengan-Nya. Supaya bukan saja jiwa kita cair meleleh kerana mengagumi aura kota suci. Namun yang lebih penting, untuk kita bertemu dengan jutaan manusia lain dan menekuni variasi tabii mereka yang datang dari bermacam-macam benua.
Kemudian kita boleh merobohkan prejudis, memperbaiki secara dalaman sikap bersangka baik serta belajar menerima dengan hati yang terbuka: perbezaan-perbezaan kelaku tingkah manusia dari pelbagai latar sosiobudaya. Pendek kata, cuba untuk menjadi Muslimin berhati insani.
Islam itu sesungguhnya adalah agama ihsan, kasihsayang dan kemanusiaan. Bukan agama yang merajadewatakan ibadah solat-puasa-zakat-haji semata-mata. To the kind-hearted Pakistani guy (wherever you are), please accept my apology. May Allah bless and guide you in your search for the divine inspiration.
No comments:
Post a Comment